BRUSSELS — Membuat sejarah sebagai perumus undang-undang pertama di Eropa, anggota parlemen Belgia, Mahinur Ozdemir berharap untuk meluruskan selip pemahaman tentang jilbab Muslim di kalangan Barat. "Dibalik kerudung ini ada seorang pribadi," ujar Mahinur seperti yang dikutip oleh Euronews.
"Ada seorang yang terlibat, yang ingin segala sesuatu berubah, yang ingin maju kedepan dan melakukan banyak proyek untuk orang-orang di Brusel," ucapnya panjang lebar. Mahinur, 26 tahun, telah mengambil sumpah di kantor barunya, parlemen Brussel, pada 23 Juni lalu
Ia adalah anggota parlemen pertama dan satu-satunya di daratan Eropa yang mengenakan jilbab. Upacara pengucapan sumpah, selain dihadiri anggota parlemen, juga sejumlah komunitas Muslim yang menyambut gembira terpilihnya Mahinur,
Masuknya Mahinur dalam kursi parlemen dianggap sebagai langkah maju bagi kaum minoritas. Mahinur sendiri mengatakan ingin diakui atas dasar kinerjanya, dan bukan karena jilbabnya.
"Sayangnya, keberadaan saya direduksi menjadi tak lebih dari sekedar kerudung ini, dan terus terang sulit untuk mengubah pandangan itu dari anda," ungkap Mahinur.
Anggota partai Pusat Demokratik Humanis (CDH), itu terpilih awal bulan ini sebagai anggota parlemen termuda Belgia. Mahinur, yang memiliki latarbelakang Turki, melakukan debut pertama sebagai politisi Belga empat tahun lalu, ketika ia bergabung dengan CDH.
Pada 2006, ia berkompetisi dalam pemilhan parlemen daerah dan berhasil merebut kursi di dewan daerah Schaerbeek. Lulusan administrasi publik tersebut juga anggota aktif sejumlah LSM dan pendiri sebuah organisasi mahasiswa.
Kontroversi.
Mahinur dan jilbabnya dalam parlemen, tak lantas mulus dari kontroversi dan halangan. "Belgia didirikan pada dua prinsip dasar yaitu netralitas dan sekularisme," ujar seorang anggota parlemen sayap kanan, seperti yang dikutip oleh chanel Al-Jazeera.
"Kita akan mengorganisasi sebuah dialog untuk mendiskusikan hak anggota parlemen untuk mengekspresikan keyakinan dan agama mereka secara bebas," ujarnya. Kelompok penentang jilbab mendistribusikan selebaran di pintu masuk parlemen sebelum upacara pengucapan sumpah.
Beberapa partai-partai sayap kanan bahkan mencoba memboikot acara tersebut karena jilbab yang dikenakan Mahinur. Partai Liberal ultra-kanan di parlemen regional mencoba memasukkan amandemen legislatif agar melarang simbol keagamaan, dan menghalangi Mahinur dari mengucapkan sumpah.
Mahinur pun tak luput menjadi target oleh simpatisan ekstrimis partai ultra-kanan saat pemilu berlangsung. Jilbab memang telah lama menjadi isu kontroversi di Belgia, negara dengan 450 ribu penduduk beragama Islam.
Pada 2007, Kota Ghent, kota terbesar ketiga di Belgia, memutuskan untuk melarang pegawai layanan publik, yang melakukan kontak langsung dengan masyarakat, mengenakan jilbab. Keputusan itu datang tak lama setelah kota terbesar kedua di Belgia, Antwerp, melakukan pelarangan jilbab.
Namun Mahinur tak gentar. Ia meletakkan semua itu dibelakang begitu ia memperoleh tanggung jawab barunya. "Saya bukan perwakilan sebuah komunitas, namun seluruh rakyat di Brussel," tegasnya. "Jilbab ini tidak akan menghentikan saya," (itz)
sumber : Republika Online, 25 Juni 2009
"Ada seorang yang terlibat, yang ingin segala sesuatu berubah, yang ingin maju kedepan dan melakukan banyak proyek untuk orang-orang di Brusel," ucapnya panjang lebar. Mahinur, 26 tahun, telah mengambil sumpah di kantor barunya, parlemen Brussel, pada 23 Juni lalu
Ia adalah anggota parlemen pertama dan satu-satunya di daratan Eropa yang mengenakan jilbab. Upacara pengucapan sumpah, selain dihadiri anggota parlemen, juga sejumlah komunitas Muslim yang menyambut gembira terpilihnya Mahinur,
Masuknya Mahinur dalam kursi parlemen dianggap sebagai langkah maju bagi kaum minoritas. Mahinur sendiri mengatakan ingin diakui atas dasar kinerjanya, dan bukan karena jilbabnya.
"Sayangnya, keberadaan saya direduksi menjadi tak lebih dari sekedar kerudung ini, dan terus terang sulit untuk mengubah pandangan itu dari anda," ungkap Mahinur.
Anggota partai Pusat Demokratik Humanis (CDH), itu terpilih awal bulan ini sebagai anggota parlemen termuda Belgia. Mahinur, yang memiliki latarbelakang Turki, melakukan debut pertama sebagai politisi Belga empat tahun lalu, ketika ia bergabung dengan CDH.
Pada 2006, ia berkompetisi dalam pemilhan parlemen daerah dan berhasil merebut kursi di dewan daerah Schaerbeek. Lulusan administrasi publik tersebut juga anggota aktif sejumlah LSM dan pendiri sebuah organisasi mahasiswa.
Kontroversi.
Mahinur dan jilbabnya dalam parlemen, tak lantas mulus dari kontroversi dan halangan. "Belgia didirikan pada dua prinsip dasar yaitu netralitas dan sekularisme," ujar seorang anggota parlemen sayap kanan, seperti yang dikutip oleh chanel Al-Jazeera.
"Kita akan mengorganisasi sebuah dialog untuk mendiskusikan hak anggota parlemen untuk mengekspresikan keyakinan dan agama mereka secara bebas," ujarnya. Kelompok penentang jilbab mendistribusikan selebaran di pintu masuk parlemen sebelum upacara pengucapan sumpah.
Beberapa partai-partai sayap kanan bahkan mencoba memboikot acara tersebut karena jilbab yang dikenakan Mahinur. Partai Liberal ultra-kanan di parlemen regional mencoba memasukkan amandemen legislatif agar melarang simbol keagamaan, dan menghalangi Mahinur dari mengucapkan sumpah.
Mahinur pun tak luput menjadi target oleh simpatisan ekstrimis partai ultra-kanan saat pemilu berlangsung. Jilbab memang telah lama menjadi isu kontroversi di Belgia, negara dengan 450 ribu penduduk beragama Islam.
Pada 2007, Kota Ghent, kota terbesar ketiga di Belgia, memutuskan untuk melarang pegawai layanan publik, yang melakukan kontak langsung dengan masyarakat, mengenakan jilbab. Keputusan itu datang tak lama setelah kota terbesar kedua di Belgia, Antwerp, melakukan pelarangan jilbab.
Namun Mahinur tak gentar. Ia meletakkan semua itu dibelakang begitu ia memperoleh tanggung jawab barunya. "Saya bukan perwakilan sebuah komunitas, namun seluruh rakyat di Brussel," tegasnya. "Jilbab ini tidak akan menghentikan saya," (itz)
sumber : Republika Online, 25 Juni 2009
No comments:
Post a Comment